
“Kita bisa bikin robot sendiri Pak?” Itulah kalimat yang pertama kali keluar dari mulut wajah-wajah polos itu. Buat sebagian besar anak-anak Indonesia, robot masih menjadi bagian imajinasi film-film kartun. Maka, sibuklah anak-anak Sekolah Dasar (SD) Al Hikmah Surabaya itu membuat proyek robotnya. Sebuah robot sederhana yang terbuat dari rangka mesin mobil-mobilan tamiya yang ditempeli stik es krim. Selain sebagai bahan pembuat bodi, stik es krim juga berfungsi sebagai pelontar.
Sesekali mereka berceloteh, membayangkan kehebatan robot ketapel ciptaannya. Dengan tekun mereka merangkai stik es krim yang ditempel lem pada rangka mobil tamiya. Bahkan, ketika memasuki tahap memasang pelontar ketapel, juga dari stik es krim yang direkat dengan selotip, mimik mereka menjadi lebih serius. Pasalnya, pelontar itulah yang akan menjadi penentu kehebatan robot mereka saat diadu nantinya.
Sejak April 2002, kegiatan mengajar anak-anak membuat robot menjadi kegiatan rutin Arief Yudanarko setiap sabtu pagi. Ia beserta timnya dari Pusat Pengembangan Teknologi pada Anak Cerdikia mengisi kegiatan ekstrakurikuler robotik pada murid-murid SD Al Hikmah. Beragam jenis robot sederhana telah mereka perkenalkan, mulai robot ketapel, robot tikus hingga robot penyapu sampah. Untuk menciptakan suasana kompetisi, setiap hari besar, peringatan Tahun Baru Islam 1 Hijriah msalnya, diadakan lomba antarkelas.
“Ini semua berangkat dari keprihatinan saya tentang rendahnya pemahaman tentang teknologi pada generasi muda kita. Robot, misalnya, sebagai salah satu wujud teknologi masih identik dengan film atau tokoh imajinasi, semisal Robocop,” ujar Arief, pendiri dan pengelola Cerdikia. Padahal, lanjut Arief, teknologi telah begitu lekat dengan kehidupan kita. Hampir tidak ada satu aktivitas manusia yang dapat berlangsung tanpa peran serta teknologi.
“Saya bercita-cita memperkenalkan anak-anak pada teknologi sedini mungkin. Agar bangsa kita tidak lagi hanya jadi konsumen teknologi, tapi juga produsen yang inovatif,” ujar Arief yang pernah mewakili Indonesia pada International Robot Contest (IRC) pada 1995 di Osaka Jepang.
Arief bahkan rela melepas pekerjaannya yang telah mapan di Radnet, sebuah perusahaan teknologi informasi ternama di Surabaya. Kini, lelaki lulusan Institut Teknologi Surabaya (ITS) itu berkonsentrasi penuh pada Cerdikia. Ia kini tengah menjajaki pembelajaran robotik di sekolah lain.
Lelaki kelahiran 25 April 1975 itu berupaya menjadikan Cerdikia sebagai lembaga yang profesional. Untuk itu, pencetakan tenaga pengajar yang berkualitas pun menjadi agenda utama. Selain itu, yang paling utama adalah penciptaan kurikulum. Seluruh materi diupayakan bersifat sederhana, mudah dimengerti namun merangsang daya kreasi anak.
0 komentar:
Posting Komentar